Warisan Untuk Menyelamatkan Nyawa Anak-Anak di NTT

Selama hampir tiga puluh tahun terakhir, Petroni Labantuan, atau yang lebih dikenal sebagai Bidan Inche, menjadi sosok yang tidak terpisahkan dari Puskesmas Niki-Niki di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Lahir dan besar di Kecamatan Amanuban, Inche sangat berdedikasi terhadap komunitasnya. “Ini panggilan saya,” katanya. “Tangan seorang bidan menyelamatkan dua nyawa, yaitu nyawa ibu dan bayinya.”

Site: https://theultimatejournal.com/

Sebagai bidan senior, tugas Inche tidak terbatas pada membantu persalinan, tetapi juga menjadi mentor dan pembimbing bagi bidan lain. Tak jarang, ia harus mengorbankan waktu pribadi. “Kadang-kadang, saya baru tidur satu atau dua jam, lalu sudah dipanggil lagi untuk membantu persalinan,” ia bercerita. 

Inche sangat memahami budaya setempat dan tantangan yang timbul, termasuk tradisi “naketi” yang membuat banyak keluarga memilih meminta nasihat dari tetua desa dan menyiapkan ramuan tradisional untuk anggota keluarga yang sakit.

Sering kali, praktik tersebut menyebabkan pasien tidak langsung mendapatkan pelayanan medis, sehingga gejala penyakit yang awalnya ringan menjadi kian parah. “Sudah biasa orangtua baru membawa anaknya ke puskesmas setelah kondisi anak parah sekali, bahkan sampai tidak bisa tertolong,” kata Inche. “Banyak kejadian yang kami alami, termasuk seorang anak yang mengalami diare sudah empat sampai lima hari sebelum dibawa ke puskesmas. Kami mencoba membantu, tetapi sudah terlambat.”

Angka mortalitas anak di Provinsi NTT adalah salah satu yang tertinggi di Indonesia, yaitu 30,37 kematian per 1.000 kelahiran hidup menurut data Sensus 2020. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan rata-rata nasional (19,83 per 1.000 kelahiran hidup) dan utamanya disebabkan oleh kurangnya akses kepada layanan kesehatan berkualitas dan keputusan keluarga yang kurang tepat terkait pencarian pengobatan.

Sejak tahun 2019 UNICEF telah bekerja sama erat dengan pemerintah setempat dan mitranya di seluruh Indonesia untuk meningkatkan kondisi kesehatan ibu dan anak. Kerja sama ini meliputi peluncuran kartu pemantauan kesehatan berbasis keluarga yang sekaligus berguna untuk mengedukasi anggota keluarga—terutama orangtua dan pengasuh—mengenai cara mengenali kondisi anak, yakni kapan anak sehat dan kapan anak perlu segera dibawa ke puskesmas.

Pada tahun 2020, mengakui pentingnya inovasi ini, Kementerian Kesehatan mengadopsi kartu pemantauan kesehatan keluarga menjadi program nasional dan diperluas agar mencakup populasi berisiko lainnya, termasuk ibu dan balita. 

Setelah diperluas, versi baru kartu diuji coba di sepuluh provinsi, termasuk NTT, dan diimplementasikan di seluruh Indonesia sejak tahun 2022. Salah satu komponen penting dalam inisiatif ini adalah pembekalan untuk tenaga kesehatan terlatih seperti Bidan Inche berupa perangkat dan pengetahuan yang tepat agar mereka dapat mengatasi praktik-praktik tradisional yang berpotensi membuat pelayanan medis tidak diterima tepat waktu.

Timor Tengah Selatan adalah satu dari enam kota/kabupaten di NTT yang menerima dukungan UNICEF untuk meningkatkan kapasitas tenaga kesehatan dalam menyediakan pelayanan kesehatan komprehensif bagi balita, yaitu dengan pendekatan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Pada tahun 2022, setidaknya dua sampai tiga orang staf dari tiap-tiap 37 puskesmas di Timor Tengah Selatan menerima pelatihan MTBS.

Kartu Ibu dan Anak (KIA) memiliki peran penting dalam pelayanan kesehatan komprehensif ini. Bidan Inche menggunakan KIA untuk mengedukasi orangtua tentang pentingnya pengasuhan yang tepat di rumah dan kapan orangtua perlu membawa anak menemui tenaga kesehatan. “KIA sangat membantu saya menjelaskan kepada orangtua bahwa anak sakit harus segera dibawa ke puskesmas. Setelah menjelaskan, saya tanyakan lagi kepada orangtua, sudah paham atau masih bingung,” jelas Inche.

Cheryl, akrab disapa Suster Lili, bekerja di Maunum, sebuah desa terpencil dan sulit dijangkau yang berada dalam cakupan pelayanan Puskesmas Niki-Niki. Ia pun menghadapi tantangan akibat praktik naketi.

“Setiap kali ada anak yang sakit, keluarganya bilang, anak itu sedang ditegur oleh leluhurnya. Di setiap rumah yang kami kunjungi, kami harus bekerja keras untuk meyakinkan keluarga agar anak segera dibawa ke fasilitas kesehatan terdekat,” katanya. “Setelah menerima pelatihan dan pengetahuan bertambah, rasanya lebih mudah juga dalam membujuk keluarga pasien.” 

Dedikasi Bidan Inche dan Suster Lili telah memberikan hasil yang signifikan. Setelah lebih sering mendapatkan kunjungan dan sosialisasi, keluarga-keluarga kini lebih percaya dan bersedia memanfaatkan fasilitas kesehatan.

Pasangan Yuliana dan Marten, beserta bayi mereka yang berusia delapan bulan bernama Sami, adalah warga desa Maunum. Jalan menuju rumah mereka adalah jalan tanah berbatu dan berkelok-kelok. “Dulu, setiap kali Sami sakit, biasanya kami gosokkan tubuhnya dengan minyak dicampur bawang dan madu,” kata Yuliana dengan nada sendu. “Bidan Inche mengajarkan kami pakai buku KIA, dan selalu mengingatkan supaya Sami segera dibawa ke puskesmas atau rumah sakit terdekat.”

Sebelum berkenalan dengan Bidan Inche, Sami berulang kali menderita diare dan flu. Selera makannya rendah, ia tidak seaktif anak lain, dan pertumbuhannya tertinggal dari anak seusia. Kondisinya terutama disebabkan oleh ketidaktahuan orangtua untuk memantau pertumbuhannya dan keengganan mereka membawa Sami ke fasilitas kesehatan jika sakit.

Sekarang, Sami sehat, aktif, dan ceria. Ia adalah bukti nyata buah kerja keras dari Bidan Inche, Suster Lili, dan tenaga kesehatan terlatih lainnya. Yuliana dan Marten kini paham pentingnya mendapatkan perawatan medis segera dan sudah lebih terampil memantau serta menjaga kesehatan Sami dengan dipandu buku KIA.

Mereka punya pesan untuk keluarga-keluarga lain. “Jangan abaikan keberadaan fasilitas kesehatan serta peran para kader dan tenaga kesehatan,” kata Yuliana. “Stop naketi. Jika anak sakit, bawalah ke puskesmas atau fasilitas kesehatan agar anak diobati. Perhatikan kondisi anak setiap hari. Ikuti nasihat bidan dan tenaga kesehatan, karena mereka ingin menyelamatkan nyawa anak-anak kita.”